Kumpulan Soal (Esai/Uraian) Materi Linguistik Bandingan
1. Jelaskan tentang sejarah linguistik bandingan!2. Jelaskan tentang penerapan atau pemanfaatan linguistik bandingan!
3. Jelaskan tentang keserumpunan dan kekerabatan bahasa linguistik bandingan!
4. Jelaskan tentang rumpun-rumpun bahasa linguistik bandingan!
5. Jelaskan tentang bahasa induk atau bahasa asal (protolanguage, home-land) linguistik bandingan!
6. Jelaskan tentang penyebaran (distribusi) dan migrasi linguistik bandingan!
7. Jelaskan tentang tipologi bahasa linguistik bandingan!
8. Jelaskan tentang kontak bahasa linguistik bandingan!
9. Jelaskan tentang pengaruh timbal-balik antar bahasa dalam proses sejarah linguistik bandingan!
10. Apakah sifat kajian linguistik bandingan itu?
11. Jelaskan sifat kajian linguistik bandingan tentang historis!
12. Jelaskan sifat kajian linguistik bandingan tentang diakronis!
13. Jelaskan sifat kajian linguistik bandingan tentang sinkronis!
14. Jelaskan sifat kajian linguistik bandingan tentang deskriptif!
15. Jelaskan sifat kajian linguistik bandingan tentang ilmiah!
16. Uraikan tentang objek material linguistik bandingan!
17. Uraikan tentang objek formal linguistik bandingan !
18. Jelaskan tentang hakikat linguistik bandingan!
19. Tuliskan pengertian linguistik bandingan!
20. Tuliskan tujuan pertama linguistik bandingan historis!
21. Tuliskan tujuan kedua linguistik bandingan historis!
22. Tuliskan tujuan ketiga linguistik bandingan historis!
23. Tuliskan tujuan keempat linguistik bandingan historis!
24. Tuliskan tujuan kelima linguistik bandingan historis!
25. Tuliskan tujuan Linguistik Bandingan Tipologis !
26. Tuliskan tujuan pertama linguistik bandingan areal!
Jawaban:
1. Sejarah linguistik bandingan ini membahas masalah-masalah kemunculan, pertumbuhan, dan perkembangan linguistik bandingan, mencakup(a) kedudukan dan fungsi linguistik bandingan dalam kerangka perkembangan linguistik umum,
(b) sumbangan ilmu-ilmu lain bagi pertumbuhan dan perkembangan linguistik bandingan
(c) manfaat linguistik bandingan bagi ilmu-ilmu lain
(d) tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan linguistik bandingan, aspek teori maupun metodologi linguistik bandingan.
(b) sumbangan ilmu-ilmu lain bagi pertumbuhan dan perkembangan linguistik bandingan
(c) manfaat linguistik bandingan bagi ilmu-ilmu lain
(d) tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan linguistik bandingan, aspek teori maupun metodologi linguistik bandingan.
2. Penerapan atau pemanfaatan linguistik bandingan membahas masalah-masalah yang berkenaan dengan
(1) dapat diterapkan dalam bidang apa atau dapat dimanfaatkan untuk apa linguistik bandingan sehingga keberadaannya berguna bagi bidang lain,
(2) bagaimanakah penerapan atau pemanfaatan hasil-hasil kajian linguistik bandingan bagi pembelajaran bahasa Indonesia dan bagi pembinaan bahasa Indonesia.
3. Keserumpunan dan kekerabatan bahasa membahas masalah selukbeluk gejala adanya keserumpunan dan kekerabatan bahasa, mencakup:
(2) bagaimanakah penerapan atau pemanfaatan hasil-hasil kajian linguistik bandingan bagi pembelajaran bahasa Indonesia dan bagi pembinaan bahasa Indonesia.
3. Keserumpunan dan kekerabatan bahasa membahas masalah selukbeluk gejala adanya keserumpunan dan kekerabatan bahasa, mencakup:
(a) konsep-konsep keserumpunan dan kekerabatan bahasa,
(b) teori-teori keserumpunan dan kekerabatan bahasa,
(c) metode atau teknik (penentuan, penetapan) keserumpunan dan kekerabatan bahasa.
(b) teori-teori keserumpunan dan kekerabatan bahasa,
(c) metode atau teknik (penentuan, penetapan) keserumpunan dan kekerabatan bahasa.
4. Rumpun-rumpun bahasa membahas seluk-beluk adanya rumpun-rumpun bahasa di dunia termasuk rumpun-rumpun bahasa di Indonesia, mencakup:
(a) konsep-konsep rumpun bahasa,
(b) jenis-jenis rumpun bahasa,
(c) teori-teori rumpun bahasa,
(d) metode atau teknik (penentuan, penetapan) rumpun bahasa.
5. Bahasa induk atau bahasa asal (protolanguage, home-land) membahas gejala adanya bahasa-bahasa induk atau asal dan bahasa-bahasa turunan, mencakup:
(b) jenis-jenis rumpun bahasa,
(c) teori-teori rumpun bahasa,
(d) metode atau teknik (penentuan, penetapan) rumpun bahasa.
5. Bahasa induk atau bahasa asal (protolanguage, home-land) membahas gejala adanya bahasa-bahasa induk atau asal dan bahasa-bahasa turunan, mencakup:
(a) konsep-konsep bahasa induk atau bahasa asal,
(b) teori-teori bahasa induk
(c) metode atau teknik (penentuan, penetapan) bahasa induk.
6. Penyebaran (distribusi) dan migrasi bahasa membahas seluk-beluk adanya gejala penyebaran dan migrasi bahasa-bahasa di dunia termasuk di Indonesia, mencakup:
(b) teori-teori bahasa induk
(c) metode atau teknik (penentuan, penetapan) bahasa induk.
6. Penyebaran (distribusi) dan migrasi bahasa membahas seluk-beluk adanya gejala penyebaran dan migrasi bahasa-bahasa di dunia termasuk di Indonesia, mencakup:
(a) konsep penyebaran dan migrasi bahasa,
(b) pola-pola penyebaran dan migrasi bahasa,
(c) teori-teori penyebaran dan migrasi bahasa,
(d) metode atau teknik (penentuan, penetapan) penyebaran dan migrasi bahasa.
7. Tipologi bahasa membahas seluk-beluk adanya gejala tipe-tipe bahasa yang sama, mencakup:
(b) pola-pola penyebaran dan migrasi bahasa,
(c) teori-teori penyebaran dan migrasi bahasa,
(d) metode atau teknik (penentuan, penetapan) penyebaran dan migrasi bahasa.
7. Tipologi bahasa membahas seluk-beluk adanya gejala tipe-tipe bahasa yang sama, mencakup:
(a) konsep-konsep tipologi bahasa,
(b) jenisjenis tipologi bahasa,
(c) teori-teori tipologi bahasa,
(d) metode atau teknik (penentuan, penetapan) tipologi bahasa.
(b) jenisjenis tipologi bahasa,
(c) teori-teori tipologi bahasa,
(d) metode atau teknik (penentuan, penetapan) tipologi bahasa.
8. Kontak bahasa membahas seluk-beluk gejala adanya persentuhan atau pertemuan antara satu bahasa dan bahasa yang lain di dalam suatu wilayah, mencakup
(a) konsep-konsep kontak bahasa,
(b) gejala-gejala yang muncul atau terjadi dalam kontak bahasa,
(c) sebab-sebab kontak bahasa di dalam suatu wilayah,
(d) teori-teori kontak bahas
(e) metode kajian kontak bahasa.
9. Pengaruh timbal-balik antar bahasa dalam proses sejarah membahas seluk-beluk adanya gejala pengaruh timbal-balik antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain yang mengalami kontak bahasa dalam proses sejarah, mencakup:
(b) gejala-gejala yang muncul atau terjadi dalam kontak bahasa,
(c) sebab-sebab kontak bahasa di dalam suatu wilayah,
(d) teori-teori kontak bahas
(e) metode kajian kontak bahasa.
9. Pengaruh timbal-balik antar bahasa dalam proses sejarah membahas seluk-beluk adanya gejala pengaruh timbal-balik antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain yang mengalami kontak bahasa dalam proses sejarah, mencakup:
(a) konsep-konsep pengaruh timbal balik antarbahasa,
(b) teori-teori pengaruh timbal balik antarbahasa
(c) metode atau teknik (penentuan, penetapan) pengaruh timbal balik antarbahasa dalam proses sejarah.
(b) teori-teori pengaruh timbal balik antarbahasa
(c) metode atau teknik (penentuan, penetapan) pengaruh timbal balik antarbahasa dalam proses sejarah.
10. Ada lima sifat kajian linguistik bandingan yang perlu diketahui yaitu:
(1) historis,
(2) diakronis,
(3) sinkronis,
(4) deskriptif,
(5) ilmiah.
11. Historis dalam konteks kajian linguistik bandingan mengandung arti bahwa kajian itu berorientasi dan berfokus pada dimensi kesejarahan, memiliki pertalian dengan masa lampau. Misalnya, kajian hubungan kekerabatan bahasa-bahasa di Flores pada masa lampau dilakukan secara historis berarti dipertalikan dengan masa lampau bahasa-bahasa (yang hidup atau dipakai) di Flores tersebut. Sifat ini dikandung oleh linguistik bandingan historis dan linguistik bandingan areal
12. Kata diakronis terbentuk dari dia+chronos.Kata diasendiri berati ‘dua atau dua kali’ dan kata chronosberarti ‘waktu’. Jadi, sehingga diakronis berarti ‘dua waktu atau masa’. Dalam konteks kajian linguistik, sifat diakronis dapat berarti bahwa kajian ini berorientasi dan berfokus pada dimensi dua kurun waktu berbeda secara menurun, mengikuti penggalan dua waktu yang berbeda. Misalnya, pengkajian pemetaan dan distribusi kosakata bahasa di Jabodetabek dapat dilakukan secara diakronis, dengan mengikuti dua penggal waktu berbeda. Sifat ini dikandung oleh linguistik bandingan historis dan linguistik bandingan areal atau geografis.
13. Istilah sinkronis terbentuk dari bahasa Yunani yaitu kata syn‘bersamasama’ dan kata chronos‘waktu’. Jadi, sinkronis berarti ‘waktunya bersamasama’ atau ‘satu masa’. Dalam konteks kajian linguistik, sifat sinkronis dapat diartikan bahwa kajian itu berorientasi dan berfokus pada dimensi satu kurun waktu atau satu masa secara mendatar, mengikuti alur satuan waktu yang relatif sama ketika mempelajari bahasa, satu bahasa atau lebih. Misalnya, pengkajian bahasa Indonesia kurun Tahun 1910-an, bahasa Minangkabau pada Tahun 1990-an. Sifat sinkronis ini dikandung oleh linguistik bandingan tipologis.
14. Istilah deskriptif berarti ‘menggambarkan apa adanya sesuai dengan kenyataannya, tanpa penambahan atau pengurangan’. Dalam konteks kajian linguistik, sifat deskriptif dapat diartikan bahwa kajian itu berorientasi dan berfokus pada dimensi nyata (real) bahasa, menggambarkan bahasa dengan mengikuti kenyataan bahasa tanpa manipulasi apapun. Misalnya, pengkajian struktur morfologis bahasa Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kenyataan struktur morfologi bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat bahasa, tidak dikarang sendiri oleh pengkaji. Sifat ini dikandung oleh linguistik tipologis.
15. Istilah ilmiah berarti ‘mengikuti persyaratan atau kaidah-kaidah yang berlaku dalam dunia ilmu’. Menurut R.H. Robins (1992) sifat ilmiah ditandai oleh adanya ketuntasan, kekonsistenan, dan kehematan. Ketuntasan bersangkutan dengan memadainya pembahasan tentang bahan-bahan yang relevan. Kekonsistenan bersangkutan dengan ketiadaan pertentangan di antara berbagai bagian dalam bahasa. Kehematan bersangkutan dengan keadaan yang tetap. Dalam konteks kajian linguistik, sifat ilmiah itu dapat diartikan bahwa kajian ini berorientasi dan berfokus pada ketuntasan, kekonsistenan, kehematan. Misalnya, pengamatan, pemerian, dan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan bahasa Indonesia yang dipakai pada awal Abad XX dengan akhir Abad XX harus tuntas, konsisten, dan hemat. Sifat ini dikandung oleh linguistik bandingan historis, linguistik bandingan tipologis, dan linguistik bandingan areal atau geografis.
16. Objek material linguistik bandingan ialah gejala-gejala satu bahasa alamiah manusia atau lebih
17. Objek formal linguistik bandingan ialah gejala-gejala kemiripan, kesamaan, dan perbedaan satu bahasa atau lebih menurut sudut pandang (murni) kebahasaan, kesejarahan, dan keruangan.
18. Hakikat linguistik bandingan membahas gejala-gejala keberadaan/kehadiran linguistik bandingan sebagai suatu disiplin ilmu atau kajian, mencakup
(a) gejala-gejala kehadiran,
(b) pengertian,
(c) tujuan,
(d) objek kajian,
(e) ruang lingkup kajian,
(f) sifat kajian,
(g) cara kerja linguistik bandingan
(1) historis,
(2) diakronis,
(3) sinkronis,
(4) deskriptif,
(5) ilmiah.
11. Historis dalam konteks kajian linguistik bandingan mengandung arti bahwa kajian itu berorientasi dan berfokus pada dimensi kesejarahan, memiliki pertalian dengan masa lampau. Misalnya, kajian hubungan kekerabatan bahasa-bahasa di Flores pada masa lampau dilakukan secara historis berarti dipertalikan dengan masa lampau bahasa-bahasa (yang hidup atau dipakai) di Flores tersebut. Sifat ini dikandung oleh linguistik bandingan historis dan linguistik bandingan areal
12. Kata diakronis terbentuk dari dia+chronos.Kata diasendiri berati ‘dua atau dua kali’ dan kata chronosberarti ‘waktu’. Jadi, sehingga diakronis berarti ‘dua waktu atau masa’. Dalam konteks kajian linguistik, sifat diakronis dapat berarti bahwa kajian ini berorientasi dan berfokus pada dimensi dua kurun waktu berbeda secara menurun, mengikuti penggalan dua waktu yang berbeda. Misalnya, pengkajian pemetaan dan distribusi kosakata bahasa di Jabodetabek dapat dilakukan secara diakronis, dengan mengikuti dua penggal waktu berbeda. Sifat ini dikandung oleh linguistik bandingan historis dan linguistik bandingan areal atau geografis.
13. Istilah sinkronis terbentuk dari bahasa Yunani yaitu kata syn‘bersamasama’ dan kata chronos‘waktu’. Jadi, sinkronis berarti ‘waktunya bersamasama’ atau ‘satu masa’. Dalam konteks kajian linguistik, sifat sinkronis dapat diartikan bahwa kajian itu berorientasi dan berfokus pada dimensi satu kurun waktu atau satu masa secara mendatar, mengikuti alur satuan waktu yang relatif sama ketika mempelajari bahasa, satu bahasa atau lebih. Misalnya, pengkajian bahasa Indonesia kurun Tahun 1910-an, bahasa Minangkabau pada Tahun 1990-an. Sifat sinkronis ini dikandung oleh linguistik bandingan tipologis.
14. Istilah deskriptif berarti ‘menggambarkan apa adanya sesuai dengan kenyataannya, tanpa penambahan atau pengurangan’. Dalam konteks kajian linguistik, sifat deskriptif dapat diartikan bahwa kajian itu berorientasi dan berfokus pada dimensi nyata (real) bahasa, menggambarkan bahasa dengan mengikuti kenyataan bahasa tanpa manipulasi apapun. Misalnya, pengkajian struktur morfologis bahasa Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kenyataan struktur morfologi bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat bahasa, tidak dikarang sendiri oleh pengkaji. Sifat ini dikandung oleh linguistik tipologis.
15. Istilah ilmiah berarti ‘mengikuti persyaratan atau kaidah-kaidah yang berlaku dalam dunia ilmu’. Menurut R.H. Robins (1992) sifat ilmiah ditandai oleh adanya ketuntasan, kekonsistenan, dan kehematan. Ketuntasan bersangkutan dengan memadainya pembahasan tentang bahan-bahan yang relevan. Kekonsistenan bersangkutan dengan ketiadaan pertentangan di antara berbagai bagian dalam bahasa. Kehematan bersangkutan dengan keadaan yang tetap. Dalam konteks kajian linguistik, sifat ilmiah itu dapat diartikan bahwa kajian ini berorientasi dan berfokus pada ketuntasan, kekonsistenan, kehematan. Misalnya, pengamatan, pemerian, dan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan bahasa Indonesia yang dipakai pada awal Abad XX dengan akhir Abad XX harus tuntas, konsisten, dan hemat. Sifat ini dikandung oleh linguistik bandingan historis, linguistik bandingan tipologis, dan linguistik bandingan areal atau geografis.
16. Objek material linguistik bandingan ialah gejala-gejala satu bahasa alamiah manusia atau lebih
17. Objek formal linguistik bandingan ialah gejala-gejala kemiripan, kesamaan, dan perbedaan satu bahasa atau lebih menurut sudut pandang (murni) kebahasaan, kesejarahan, dan keruangan.
18. Hakikat linguistik bandingan membahas gejala-gejala keberadaan/kehadiran linguistik bandingan sebagai suatu disiplin ilmu atau kajian, mencakup
(a) gejala-gejala kehadiran,
(b) pengertian,
(c) tujuan,
(d) objek kajian,
(e) ruang lingkup kajian,
(f) sifat kajian,
(g) cara kerja linguistik bandingan
19. Istilah linguistik bandingan merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Inggris comparative linguistics. Istilah ini sering juga diindonesiakan menjadi linguistik komparatif. Namun demikian, istilah ini tidak sepadan dengan istilah perbandingan bahasa, karena linguistik bandingan merupakan suatu kajian ilmiah sedangkan perbandingan bahasatidak mengacu pada suatu kajian ilmiah. Lihatlah karya Keraf yang menggunakan istilah linguistik bandingan historisdan linguistik bandingan tipologisdalam dua buku kajian ilmiahnya.
20. Menemukan keserumpunan dan kekerabatan bahasa.
21. Menemukan rumpun-rumpun bahasa
22. Menemukan bahasa-bahasa induk
23. Menemukan pusat penyebaran dan gerak migrasi bahasa
24. Menemukan tipologi bahasa
25. Linguistik bandingan tipologi bertujuan menemukan kontak bahasa pada suatu wilayah
26. Menemukan pengaruh timbal balik antara bahasa yang satu dan bahasa lain
20. Menemukan keserumpunan dan kekerabatan bahasa.
21. Menemukan rumpun-rumpun bahasa
22. Menemukan bahasa-bahasa induk
23. Menemukan pusat penyebaran dan gerak migrasi bahasa
24. Menemukan tipologi bahasa
25. Linguistik bandingan tipologi bertujuan menemukan kontak bahasa pada suatu wilayah
26. Menemukan pengaruh timbal balik antara bahasa yang satu dan bahasa lain
Posting Komentar
Posting Komentar